Oleh: Erwin
Kalau kampanye anti hoax diarahkan kepada netizen yg selama ini kritis kpd kebijakan pemerintah, mrk salah kaprah.
Justru yg gemar menyebar berita hoax adalah media2 pro pemerintah. Dan itulah yg kami lawan. Kami lawan di sosmed, dan kami lawan di lapangan.
Metro TV pernah menyebar berita hoax tentang Rohis yg dituduh sbg sumber perekrutan teroris. Setelah diprotes dan didemo (termasuk saya yg ikut demo... maklum mantan ketua Rohis :D ), Metro TV akhirnya meminta maaf dan meralat beritanya.
Kompas online jg pernah memuat berita hoax, bahkan cenderung sinis kpd tokoh pemimpin muslim. Pasca kegagalan kudeta militer di Turki, media2 sekuler di seluruh dunia kompak "menyerang" Erdogan. Termasuk Kompas online dgn memuat judul berita yg tendensius: "PASCA PERCOBAAN KUDETA, ERDOGAN BELUM STOP BALAS DENDAM."
Setelah diprotes netizen muslim, Kompas online pun menghapus berita, tepatnya opini, tsb.
Yg terbaru tentu saja Detik.com dan media2 mainstream yg blm lama ini menampilkan berita hoax dgn judul yg bombastis: Jokowi Pemimpin Terbaik se-Asia dan Australia Versi Bloomberg.
Padahal setelah seorang netizen Indonesia bertanya langsung, pihak Bloomberg menyatakan tidak pernah mengatakan hal yg demikian.
Jadi jelas dan terang bhw media2 spt di atas-lah yg merupakan sumber dan penyebar berita2 hoax.
Seharusnya... katagori hoax itu bukan hanya diperuntukan utk berita. Tapi bisa juga utk janji2 yg tidak ditepati. Karena sama-sama tidak benarnya.
Janji tidak cabut subsidi BBM... itu HOAX
Janji tolak utang luar negeri.... . itu HOAX.
Janji listrik 35ribu mega watt.... itu HOAX.
Janji stop impor ....................... itu HOAX.
Janji 1,4 milyar tiap desa/thn ... itu HOAX.
Janji ngajak ke KUA tapi gak jadi2... itu juga HOAX. :p
(Sabar ya neng....) [ppc]
0 Response to "Kampanye Anti Hoax Salah Kaprah Diarahkan pada Netizen yang Kritis ke Pemerintah, Justru Media Pro Pemerintah yang Gemar Sebar Hoax"
Posting Komentar