Untuk yang kesekian kalinya, Australia kembali merendahkan martabat tetangganya, Indonesia.
Kali ini, perbuatan melecehkan itu justru terjadi di pusat pendidikan pasukan khusus Australia. Pertama, pendiskreditan peran Sarwo Edhie dalam Gerakan 30 September PKI. Kedua, esai yang ditulis peserta didik terkait dengan masalah Papua. Ketiga, tulisan Pancagila ["lima prinsip gila"] di ruang kepala sekolah yang diduga melecehkan ideologi negara Indonesia, Pancasila.
"Untuk langkah awal, laik diapresiasi tindakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menangguhkan sementara kerja sama militer dengan Australian Defence Force (ADF) adalah langkah tepat dan bermartabat," kata komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution melalui siaran pers, Minggu (8/12).
Dengan penangguhan itu membuat ADF menjanjikan untuk melakukan investigasi atas penghinaan dasar negara Indonesia, Pancasila.
"Ini ujian nasionalisme. Ujian kesejatian merah putih kita. Rakyat Indonesia tentu sangat tersinggung dengan kenakalan (kembali) Australia. Pemerintah Indonesia sejatinya tentu lebih tersinggung," tegasnya.
Maneger yakin publik mendukung pemerintah tegakkan kepala dan bersikap tegas terhadap Australia yang kembali mengulangi tindakan yang jelas-jelas merendahkan martabat Indonesia. Jika perlu, menurut Maneger, patut dipertimbangkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Australia, didahului protes keras, memulangkan Dubes Australia, dan menarik Dubes RI dari Australia.
ADF dan pemerintah Australia juga menurutnya, harus meminta maaf secara jujur dan berjanji dengan tulus untuk lebih mengutamakan hubungan baik dengan Indonesia ketimbang melindungi personel militernya.
Hal ini penting agar Australia melalui pejabat-pejabatnya tidak mudah melakukan tindakan pelecehan terhadap tokoh Indonesia ataupun merendahkan isu yang sensitif bagi Indonesia.(rmol)
0 Response to "Tindakan Panglima Langkah Tepat Bermartabat, Komnas HAM: Ini Ujian Nasionalisme, Jika Perlu Putus Diplomatik RI-Australia"
Posting Komentar